Di dunia investasi modern, satu pertanyaan makin sering muncul: ini aset atau cuma barang gaya hidup yang kita bela-belain demi rasa puas? Perhiasan perak, jam mewah, hingga aset alternatif lain kini berada di wilayah abu-abu, bukan sekadar simbol status, tapi juga mulai dilirik sebagai penyimpan nilai.
Fenomena ini bukan tanpa sebab. Ketika harga emas dan perak terus menunjukkan tren menguat dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai berpikir ulang. Jika logam mulia naik, apakah bentuk turunannya, seperti perhiasan, ikut naik kelas dari “aksesori” menjadi “aset”?
Jawabannya: bisa iya, bisa tidak. Dan di situlah garis tipisnya.
Secara teori, perak memiliki nilai intrinsik yang jelas. Ia bukan hanya logam mulia, tetapi juga bahan baku penting dalam industri energi, elektronik, dan teknologi. Kebutuhan global terhadap perak meningkat seiring berkembangnya panel surya, kendaraan listrik, dan infrastruktur modern, yang secara tidak langsung menggunakan perak dalam berbagai komponen, bahkan hingga ke level kabel listrik.
Namun, perhiasan perak tidak otomatis mengikuti logika investasi perak batangan.
Begitu perak berubah bentuk menjadi perhiasan, nilainya terbelah dua:
Kalau perhiasan perak masih diperdebatkan, jam mewah justru sudah lama bermain di dua dunia sekaligus.
Jam tertentu—dari merek dengan produksi terbatas, sejarah kuat, dan demand global—bahkan bisa mengalahkan return instrumen keuangan konvensional. Tapi jangan salah kaprah: tidak semua jam mewah adalah investasi.
Sebagian besar jam:
Menariknya, ketertarikan pada perhiasan dan jam sebagai aset sering muncul bersamaan dengan kejenuhan terhadap instrumen abstrak. Grafik naik-turun di layar mulai terasa dingin dan jauh dari realitas.
Di titik inilah aset alternatif, termasuk barang koleksi, menjadi menarik. Orang ingin sesuatu yang bisa disentuh, dipakai, dan dinikmati, sambil tetap berharap nilainya bertahan atau naik. Pola ini mirip dengan alasan sebagian investor masuk ke crypto di awal: bukan hanya soal angka, tapi soal keyakinan pada masa depan aset tersebut.
Namun, di sinilah jebakannya. Rasa suka sering disamarkan sebagai strategi investasi.
Satu kata kunci yang sering diabaikan: likuiditas.
Semakin unik dan personal suatu barang, semakin sulit ia dicairkan cepat tanpa diskon besar. Di sinilah koleksi sering gagal memenuhi fungsi dasar investasi: fleksibilitas.
Jawaban jujurnya: tergantung niat awal.
Jika tujuannya:
Maka perhiasan perak dan jam mewah masuk akal.
Tapi jika tujuannya:
Maka jangan memaksakan koleksi sebagai investasi.
Di era ketika semua hal bisa dilabeli “aset”, kejujuran pada diri sendiri jadi strategi terbaik. Tidak semua yang bernilai itu investasi, dan tidak semua investasi harus membosankan.
Perhiasan perak, jam mewah, dan aset alternatif lain boleh ada di portofolio, asal ditempatkan di kotak yang benar: sebagai koleksi bernilai, bukan tulang punggung finansial.
Karena investasi yang sehat bukan soal ikut tren—tapi soal tahu persis kenapa kita membeli, dan kapan kita siap melepas.
Dalam beberapa tahun terakhir, preferensi masyarakat terhadap berbagai perlengkapan mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Jika…
Perubahan perilaku konsumen pascapandemi membawa industri home services, seperti jasa kebersihan rumah, perawatan AC, laundry,…
Memasuki bulan Desember hingga awal tahun, permintaan dekorasi rumah meningkat drastis. Banyak orang ingin menciptakan…
Di era modern, banyak orang ingin memiliki bentuk tubuh ideal terutama perut kencang. Namun, rutinitas…
Selama 6 Tahun mengabdi di desa tempatku tinggal, setelah cukup lama bekerja di ibukota, akhirnya…
Halo, teman-teman! Sebagai pemilik bisnis atau sekadar seseorang yang peduli dengan kerapian, aku yakin kita…