Selama 6 Tahun mengabdi di desa tempatku tinggal, setelah cukup lama bekerja di ibukota, akhirnya aku bisa ikut merasakan proses bertumbuh desaku. Banyak program-program yang dilaksanakan dengan tujuan untuk memajukan desa.
Dari mulai kader kesehatan digerakkan untuk menyisir kondisi kesehatan warga, pegiat UMKM pun didukung dengan program pelatihan dan peminjaman modal, pembinaan kelompok tani dan ternak, serta dukungan untuk program wisata desa.
Meskipun progressnya belum memperlihatkan hasil yang signifikan, akan tetapi aku bangga sudah ada gebrakan baru di tahun-tahun terakhir ini.
Aku masih ingat, suatu pagi saat aku bersiap membuka lembar kerja di laptop, kabar datang dari seorang rekan kerja: “Eh ini desa lain mah, ada yang menang lomba nih – Kampung Berseri Astra (KBA)”. Aku yang dulu pernah bersinggungan dengan program dari Astra seperti Satu Indonesia Award dan Kampung Berseri Astra, saat masih aktif sebagai blogger di ibukota merasa tertarik. Sejenak aku menggeser laptop dan lebih fokus mendengarkan cerita dari rekan kerjaku itu.
“oh yaa.. desa mana yang menang?”
“kurang tau juga sih, ini tadi pa kades yang cerita, katanya ada 6 desa dari ciamis”
Aku kemudian meraih laptopku untuk menuntaskan rasa penasaran desa mana saja yang mendapat penghargaan Kampung Berseri Astra. Dan muncullah nama-nama daerah pemenang KBA 2025 diantaranya ada nama KBA Sukamaju Dusun Selacai Desa Selamanik Kec Cipaku Ciamis Jawa Barat.
Aku pun larut dalam pikiranku sendiri, “Wah keren ternyata desa tetangga (meskipun tetangga agak jauh) di wilayah Kabupaten Ciamis, dinobatkan sebagai pemenang Kampung Berseri Astra (KBA) 2025”. Sebuah pengakuan yang bukan hanya untuk Selamanik, tetapi bagiku sebagai warga desa di sebelah menjadi sinar harapan: “Kalau mereka bisa, kenapa kita tak bisa?”
Seharian itu aku terus saja tak bisa melepaskan pikiran dari kabar Desa Selamanik yang mendapatkan penghargaan Kampung Berseri Astra. Aku pun berpikir: “Kita punya potensi, kita punya tangan‑tangan kreatif, kita punya tanah dan alam. Mengapa kampung kami tak bergerak sama seperti Selamanik?”
Maka, aku mulai menyusuri cerita Selamanik: bagaimana mereka bergerak, bagaimana mereka memulai, bagaimana warga mereka bersama‑sama mengukir perubahan. Dan dalam perjalanan itu, aku pun menuliskan pelajaran yang bisa diterapkan ke kampunku dan oleh karena itu tulisan ini juga jadi undangan bagi kita semua: mari kita bergerak sama.
Aku pun mulai mencari berbagai informasi mengenai Desa Selamanik ini, ternyata memang geliat pertumbuhan di desa ini bukan hanya dibangun dari kemarin sore, tetapi sudah dirintis dari jauh-jauh hari.
Dari artikel yang aku baca, budidaya jamur tiram di Selamanik sudah dilakukan sejak 2017, memanfaatkan limbah organik desa seperti serbuk kayu dan dedaunan.
Pengelolaan lingkungan seperti pemilahan sampah dan partisipasi masyarakat di tingkat dusun juga tampak menjadi bagian dari kegiatan sehari‑hari mereka.
Bagi aku, sebagai sesama warga yang tinggal di desa, ini titik awal yang inspiratif: bukan menunggu fasilitas besar dulu, tetapi bersinergi dengan apa yang ada—alam, limbah, gotong‑royong warga. Selamanik menunjukkan bahwa kampung yang “kecil” pun bisa menjadi contoh besar.
Di Desa Selamanik ini semua aspek masyarakat ikut bergerak, dari mulai warga yang mengembangkan media budidaya untuk jamur tiram: serbuk kayu, dedaunan kering, plastik perforasi. Jamur tumbuh di kantong‑kantong yang tertata rapi, siap panen. Produknya pun telah menembus pasar bukan hanya di Ciamis, tetapi hingga luar daerah.
Dan yang paling membuat aku terkesan: Selamanik tak hanya berhenti di bidang lingkungan dan ekonomi, tetapi juga membuka jalur wisata – mereka tengah menyiapkan diri menuju “wisata Sarangenge” yang berdaya dan lestari. Saat itulah aku berpikir: “Loh, jika kita bisa menggabungkan lingkungan, ekonomi, dan wisata—kenapa kampung kita tak juga?”
Itulah momentum bagi aku. Kampung yang dulu aku pikir “biasa saja” ternyata bisa menjadi contoh: lingkungan tertata, warga ekonomi aktif, wisata desa tumbuh. Inspirasi ini aku bawa pulang ke kampung aku.
Salah satu yang paling memukau bagi aku: Selamanik tak hanya fokus pada satu aspek, tetapi memadukan ekologi, ekonomi, dan budaya. Wisata “Sarangenge” dipersiapkan sebagai destinasi yang membawa warga kampung serta alam dalam satu harmoni.
Aku berpikir: kampung kami juga punya bukit kecil, punya sawah, punya sungai yang bisa dibersihkan; kenapa tidak menjadikannya wisata lokal yang sederhana namun bermakna? Selamanik memberikan blueprint: wisata tak harus mewah, tetapi harus autentik, bersama warga, dan berkelanjutan.
Ada hal yang menarik juga yang aku baca tentang Desa Selamanik, yaitu prinsip “tatali‑paranti” sebuah paribasa sunda (Peribahasa sunda) yang digunakan sebagai landasan kehidupan sehari-hari. Paribasa yang berarti menjunjung tinggi dan melaksanakan adat istiadat atau tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang atau leluhur (karuhun).
Kata‑katanya sederhana namun ini menjadi pondasi dalam memanfaatkan alat, cara, kondisi yang ada di kampung dengan baik. Tidak menunggu teknologi super‑canggih atau dana besar, tetapi menggunakan apa yang tersedia kayu, limbah, tangan warga kreatif.
Prinsip itu membuat Selamanik bukan hanya sekadar kampung yang mendapat penghargaan, tetapi kampung yang relevan, yang warganya merasa memiliki perubahan itu sendiri tidak hanya “program luar”.
Ketika aku bercerita ke ibu‑ibu dan bapak‑bapak di kampungku aku tentang Selamanik, ada reaksi yang sungguh membuat aku haru: mereka bilang “Wah, tetangga kita bisa begini…” dan “Kenapa kita belum seperti mereka?” Aku menyadari: inspirasi itu menyebar cepat ketika ia nyata.
Aku pun mulai membayangkan: bagaimana jika kampung aku punya ikon sendiri, punya produk unggulan, punya pengelolaan lingkungan yang bisa dibanggakan. Aku mulai mengajak pemuda, ibu‑ibu PKK, bahkan sekolah untuk “meniru” langkah kecil Selamanik: memilah sampah mulai RT‑RT, budidaya sederhana mulai pekarangan, memikirkan wisata kampung secara kekinian.
Dan aku merasa bahwa keberhasilan Selamanik bukan akhir cerita mereka saja tetapi awal cerita bagi desa‑desa lain di Ciamis. Aku ikut senang, dan ikut terdorong untuk turut membuat perubahan.
Dari kisah Selamanik, aku merangkum pelajaran–ini bukan hanya untuk aku pribadi, tetapi untuk kampung‑kami:
Sebagai sesama warga desa di Kabupaten Ciamis, aku sangat berharap kampung kami dan kampung-kampung dari desa lainnya di Ciamis juga bisa mengambil langkah yang sama seperti Selamanik. Bukan hanya meniru persis (karena tiap kampung punya karakter sendiri), tetapi mengambil spirit‑nya: gotong‑royong, kreatif, mandiri.
Aku membayangkan: suatu hari ketika aku mengundang teman dari luar Ciamis ke kampung aku, ia akan berkata: “Wah, kampung ini bersih, tertata, punya produk unggulan, lingkungan asri.” Dan aku ingin itu bukan hanya mimpi. Dengan semangat yang aku dapat dari Selamanik, aku yakin kita bisa.
Aku pun berharap agar pemerintah desa, pemuda, ibu‑ibu, sekolah, semua bergandengan tangan kampung kecil pun bisa besar dalam arti kemajuan sosial, ekonomi, lingkungan. Jika Selamanik bisa memenangkan KBA 2025, maka kampung kami pun punya peluang. Dan aku percaya bahwa dengan langkah kecil yang konsisten, kita pun bisa.
Tentunya, mimpi itu tak akan datang sendiri. Ada tantangan yang perlu kita persiapkan, dan Selamanik pun tidak luput dari hal itu—yang aku pelajari:
Aku yakin: jika kita sadar akan tantangan ini dan mulai dari sekarang bersama‑sama, maka kita bisa melewatinya.
Ajak Bersama Melangkah ke Jalan Kebangkitan Desa Kita
Kisah Selamanik bukan milik mereka saja ia kini milik kita bersama di Ciamis. Sebagai tetangga desa, aku merasa terinspirasi, termotivasi, dan terdorong untuk ikut melangkah. Aku membuka undangan bagi warga kampung aku (dan desa‑lain) untuk ikut bergeser bersama: mulai memilah sampah hari ini, mengajak teman besok, membangun produk unggulan lusa, dan suatu hari kita pun bisa menjadi “kampung yang layak dibanggakan”.
Aku berharap bahwa tulisan ini bisa menjadi “api kecil” yang memantik semangat di kampung‑kami. Kita punya potensi, kita punya tangan, kita punya keinginan. Mari kita ambil langkah pertama: bersama.
Selamanik telah menunjukkan bahwa perubahan boleh sederhana, tetapi dampaknya bisa luar biasa. Semoga kampung‑kami menjadi bagian dari cerita kebangkitan desa di Ciamis berikutnya bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai pelaku. Terima kasih telah membaca, dan salam hangat dari salah satu warga desa di Ciamis yang bersemangat untuk bergerak.
#APA2025-PLM
Perubahan perilaku konsumen pascapandemi membawa industri home services, seperti jasa kebersihan rumah, perawatan AC, laundry,…
Memasuki bulan Desember hingga awal tahun, permintaan dekorasi rumah meningkat drastis. Banyak orang ingin menciptakan…
Di era modern, banyak orang ingin memiliki bentuk tubuh ideal terutama perut kencang. Namun, rutinitas…
Halo, teman-teman! Sebagai pemilik bisnis atau sekadar seseorang yang peduli dengan kerapian, aku yakin kita…
Halo! Aku mau cerita sedikit tentang kehidupan sehari-hariku sebagai content creator. Mungkin kamu bisa relate…
Akhir-akhir ini sedang ramai berita tentang peraturan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akrab di…