Menikmati Wisata Alam Taman Hutan Raya (TAHURA) Bandung

Bandung memang selalu menyambut siapapun yang datang ke kota tersebut dengan ramah tur someah, seperti halnya aku saat tiba dibandung selalu disambut dengan hangat meskipun udara dibandung cukup dingin. Hal ini yang menyebabkan aku ingin datang lagi, ingin berkunjung kembali, dan ingin menyusuri setiap sudut kota Bandung. Kali ini ada yang cukup berbeda saat aku ke bandung yaitu tujuan utamanya adalah bukan untuk berwisata melainkan menghadiri pernikahan teman.

Tapi kalau sudah sampai di Bandung lalu gak kemana-mana, itu tuh rasanya seperti ada yang kurang. Jadilah tanpa direncanakan terlebih dahulu meluncurlah kami ke Tahura atau Taman Hutan Raya Ir. H Juanda Bandung yang letaknya tidak jauh dari penginapanku di dago.

 

Seperti namanya Tahura kepanjangan dari Taman Hutan Raya ini memang benar-benar hutan yang ditumbuhi ribuan pepohonan, tapi bukan hutan belantara juga sih ya, apalagi hutan terlarang kayak dibelakang sekolah hogwarts. Saat pertama memasuki kawasan tahura, kami disambut dengan pemandangan pohon pinus yang menjulang tinggi.

Tempat wisata yang berlokasi di Desa Ciburial ke. Cimenyan masih asri dan terjaga keaslian hutannya. Kamipun membayar tiket tahura seharga Rp. 10.000 dan proteksi senilai Rp. 2000, saat memasuki pintu gerbang tahura ada beberapa petugas yang menawarkan untuk memandu kami dikawasan hutan, tapi tidak kami iyakan, soalnya lebih nyaman kalo jalan semau sendiri tanpa harus dipandu-pandu,  dan untungnya tawaran mereka tidak kami iyakan (nanti bakalan dikasih tau alasan kenapa beruntung).

Disini banyak banget tujuan wisata yang bisa kita kunjungi diantaranya, gua Jepang, gua Belanda, curug kidang, curug koleang, ada Taman bermain, museum Ir. H Juanda, curug lalay, curug omas maribaya, Batu batik, wisata hammock, juga tebing keraton. Tapi jaraknya lumayan jauh-jauh, jadinua gak bisa ke explore semua dalam sehari.

Menikmati Makanan Sederhana di Tahura

Mulailah kami menyusuri jalanan hutan yang banyak sekali cabangnya, dan karena belum sarapan akhirnya kami mencari tempat makan dulu. Setelah berjalan beberapa meter akhirnya kami menemukan warung dan ternyata tidak ada nasi teman-teman, adanya mi rebus, pisang goreng, pisang keju, jagung bakar, dan camilan lainnya.

Karena perut sudah mulai mengeluh akhirnya kami memilih singgah dan memesan makanan, aku memesan mi rebus + telor seharga Rp. 10.000 dan temanku Sari pesan pisang keju seharga Rp.  13.000. Kami duduk dibangku beralaskan tikar, suasananya tenang banget apalagi saat itu hari senin dam masih cukup pagi sekitar pukul 10.30 belum banyak pengunjung yang datang.

Mengunjungi Gua Jepang

Setelah selesai makan kamipun meneruskan perjalanan menuju Gua Jepang, berbekal informasi dari si teteh warung dan merujuk pada papan petunjuk kami pun berjalan yang aku yakini menuju bagian dalam tahura. Diperjalanan beberapa kali kami berpapasan dengan pengunjung lain, ternyata mulai sekarang ramai. Sampailah kami di Gua Jepang yang langsung disambut oleh beberapa orang dan menawarkan untuk memandu kami memasuki Gua Jepang, dalam hati wah ini fasilitasnya enak banget ada pemandu segala.

 

Tapi saat mereka rada memaksa memberikan senter (alat penerangan) aku mulai curiga, masing-masing dari kami diberi satu senter, aku yang memang niatnya pengen foto-foto tanpa bawa senter (aku pikir temanku aja yang bawa senter biar kita gantian, toh ada senter dari hp) jadi aku kembalikan senter yang satu lagi
“gak udah a, satu aja” kataku pada mereka.
“Gak papa, bawa aja teh didalem gelap” kata akang-akang pemandu
dalam hati “ya iyalah gue juga tau gua tuh gelap, kalo terang benderang ya disini tempat kita berdiri nih terang”

lalu dengan terpaksa aku terima lagi senter tersebut, sambil aku tanya “berapa harga sewanya?” “5000/senter” jawabnya ya udah.

 

Suasana didalam gua
Kamipun masuk kedalam gua dengan dipandu salah seorang dari mereka. Kesan-kesan pas masuk gua, pertama gelap (ya iyalah), dua lembab, tiga agak horor ya cuy (udah lama gak masuk gua), empat takjub. Jadi gua Jepang ini adalah gua buatan yang dibuat pada zaman penjajahan Jepang yang ditujukan untuk tempat persembunyian, yang mengerjakannya adalah orang-orang pribumi yang disebut dengan kerja Romusha.
Lantai tanah gua

Ada 4 pintu dan beberapa ventilasi udara, ukurannya tidak terlalu panjang hanya sekitar 60M. Dibagian dalam sempat bertemu dengan kelelawar-kelelawar, tapi saat aku berniat menyapa dengan mengarahkan senter ke rumah mereka, eh merekanya kaget dan pada terbang, dan aku gak kalah kagetnya sama mereka, langsung lari kebelakang takut dikejar, padahal mh gak apa-apa, akunya aja yang heboh, parno, wew. Kami ridak terlalu lama di gua Jepang, tidak sampai setengah jam, ya orang gelap sih jadi rada ngeri juga lama-lama.

 

Setelah sampai dimulut gua aku langsung inisiatif nanya
“a jadi berapa semuanya senter sama pemandu? “
“senternya masing-masing 5000, kalo guidenya Rp. 40.000 teh, kalo mau dianter juga ke gua Belanda jadi Rp.100.000”

Rada sedikit kaget juga sih, karna dulu pas dijogja biaya tour guide dengan tempat yang lebih luas dan waktu yang lebih lama tidak semahal ini.

“Oh jadi 50 ribu ya a, makasih ya” sembari menyerahkan selembar uang 50ribuan dari dompet dan mengucapkan terimakasih. Dijawablah sama akang-akangnya,
“iya teh 50, kalo mau ditambahin juga gak papa, gak sekalian dianter ke gua Belanda?” dengan muka datar.
Dengan senyum perdamaian aku jawab lagi, “gak usah a, nanti kita sendiri aja, ini mau foto-foto dulu sebentar” langsung dia menawarkan buat jadi tukang foto, aku iya kan saja biar cepat.
Foto-foto didaerah mulut gua adalah salahsatu hal yang bisa kita lakukan setelah menyusuri gelapnya gua, sekali lagi karena aku agak kurang nyaman berada di gua jadinya gak mau lama-lama juga disitu.

 

Setelah ini perjalanan jadi sedikit kurang menyenangkan karna kejadian akang-akang tadi jadi agak bad mood. Tapi terobati dengan pemandangan yang meskipun itu-itu aja (baca: pohon lagi, pohon lagi) tapi udaranya sejuk plus ada angin-angin semriwing.

Menuju Gua Belanda yang Tidak Sampai

Niat hati ingin berjalan terus sampai Gua Belanda tapi apa daya ternyata jauh banget cuy, hayati sudah lelah, jarak dari gua jepang ke gua belanda adalah sekitar 700m. Ditambah jalanan menju gua belanda ternyata mulai jelek dan berdebu, kaki udah pegal sekali.

Nemu Plang-nya doang

 

 

Jalanan menuju gua belanda

Jadilah kami belok kanan dan menuju sisi lain Hutan yang mengarah ke pintu keluar tapi rutenya berbeda dengan jalanan yang kami lalui saat masuk. Ditengah perjalanan kami menemukan pemandangan langka yaitu ada beberapa monyet yang sedang bergelantungan di pohon, wah-wah ternyata ada binatang juga disini.

Prewedding
Selama perjalanan menyusuri Tahura kami juga melihat ada beberapa pasangan yang sedang melakukan sesi foto prawedding, nah untuk prewed pengunjung dikenakan biaya Rp. 50.000/hari untuk kamera profesional.

Menikmati Kopi Vietnam di Kopi Tahura

Setelah sampai di dekat pintu keluar kami melihat hammock terpasang di pohon pinus, dan sepertinya ada sebuah tempat makan tidak jauh dari situ. Kamipun mampir dan benar saja itu sebuah cafe yang bernama Kopi Tahura ” Coffee While Chilling On Hammock”
Kami memesan makan siang di Kopi Tahura berupa ayam rica-rica (25K) dan ayam goreng mentega (25K) untuk minumnya Kopi Vietnam (17K) dan Im Peach (17K). Cukup worth it buat aku, makan siang yang menyenangkan diantara rindangnya pohon pinus, tapi buat aku porsi ayamnya kedikitan, maklum lagi laper pake banget soalnya. Tempat makannya ada indoor dan outdoor dan yang outdoor ada diarea terbuka dan juga diatas panggung, semuanya sama-sama menyenangkan.
Kopi Vietnam

 

Im Peach

 

Ayam Goreng Mentega
Ayam Rica-rica
Pegel juga jalan-jalan muterin Tahura, sambil nunggu makanan disajikan kita bisa tidur-tiduran di Hammock yang disediakan di Kopi Tahura. Aku gak berani lama-lama, karna angin disana cepoy-cepoy bikin ngantuk bisa-bisa tidur beneran deh di Hammock. Atau bisa juga fot-foto dengan latar pohon pinus yang berderet rapi di sekitar kopi tahura.
Fasilitas Umum
Untuk fasilitas umum seperti Toilet dan Mushola ada tersedia di Tahura, disepanjang kawasan hutan juga disediakan toilet. Hanya saja kebetulan pas aku ke toilet dan mau wudu dilokasi pintu masuk, aduh airnya tinggal dikit banget. Pas aku tanya sama petugas disana, iya neng kayaknya airnya mati katanya. Dan tanpa ada usaha apa gitu buat ngidupin airnya, ish gemes deh.
Transportasi
Untuk Kendaraan aku pulang pergi pakai mobil online, soalnya repot gak ada kendaraan umum yang khusus ke arah tahura. Ini base on info bapak penjaga tahura ya.
Diluar beberapa pengalaman yang kurang menyenangkan, mengunjungi tahura adalah salah satu alternatif yang bisa kita ambil kalo lagi bingung mau kemana di Bandung.
Kalian pernah punya pengalaman main-main ke tahura juga gk, atau mungkin mau rekomendasi tempat lainnya di bandung?
Boleh tinggalkan komentar nya di bawah ya.
Photo of author

Siti Mudrikah

Muslimah Traveler, Travel Enthusiast, Travel Blogger Wanna Be Tapi masih tergoda buat nulis curhat dan hal receh tentang hidup. Penulis di www.mudrikah.com.

Leave a comment